Highslide for Wordpress Plugin

Home » Pendidikan » Solusi Alternatif Mengatasi Rendahnya Mutu Pendidikan

Solusi Alternatif Mengatasi Rendahnya Mutu Pendidikan

Aminudin, S.Pd.I, M.Si.

Hasil penelitian United Nation Development Programe (UNDP) pada tahun 2008 tentang Indeks Pengembangan Manusia menyatakan, Indonesia berada pada peringkat ke-107 dari 177 negara yang diteliti dengan indeks 0,728.

Posisi Indonesia ini dibanding dengan negara-negara ASEAN lainnya, berada pada peringkat ketujuh dari sembilan negara ASEAN. Peringkat Indonesia yang masih terbilang rendah ini dalam hal kualitas sumber daya manusia, merupakan gambaran mutu pendidikan Indonesia yang masih rendah.

Tak hanya itu, keterpurukan mutu pendidikan di Indonesia juga dinyatakan oleh lembaga dunia lainnya, yakni United Nation Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) – Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang mengurus bidang pendidikan.

Adapun menurut Badan PBB itu , peringkat Indonesia dalam bidang pendidikan pada tahun 2007 adalah 62 di antara 130 negara di dunia lainnya. Sedangkan Education Development Index (EDI) merilisi jika Indonesia berada diposisi 0.935, di bawah Malaysia (0.945) dan Brunei Darussalam (0.965).

Melihat realitas rendahnya mutu pendidikan di Indonesia, yang salah satu di dalamnya ada Kabupaten Majalengka. Menurut analisa dan pendapat berbagai ahli di bidang pendidikan, kondisi ini disebabkan karena beberapa indikator antara lain, karena para lulusan yang belum siap memasuki dunia kerja karena minimnya kompetensi yang dimiliki. Lalu, peringkat indeks pengembangan manusia (Human Development Index) masih terbilang rendah. Setelah itu, mutu akademik di bidang IPA, Matematika, dan kemampuan membaca masih terbilang minim.

Tak hanya sampai di sana, penguasaan terhadap IPTEK kita masih tertinggal bila dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura. Namun dalam konteks regional di Jawa Barat, menurut data dari Renstra Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat 2001-2005, ada enam daerah di Jawa Barat yang telah memberikan kontribusi negatif terhadap rendahnya kualitas IPM. Keenam Kabupaten tersebut yakni Kab. Indramayu, Kab. Kawarang, Kab. Garut, Kab. Cirebon dan Kab. Majalengka.

Disamping penyebab rendahnya mutu pendidikan diatas, sedikitnya ada tiga faktor lainnya yang menyebabkan mutu pendidikan di negeri kita tidak mengalami peningkatan secara merata. Pertama, kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional masih mempergunakan pendekatan Education Function, yang tidak dilaksanakan secara konsekuen. Kedua, penyelenggaraan pendidikan nasional masih dilakukan secara birokratik-sentralistik sehingga menempatkan sekolah sebagai penyelenggaraan pendidikan. Yang sangat bergantung pada keputusan birokrasi yang mempunyai jalur yang sangat panjang dan terkadang kebijakan yang dikeluarkan tidak sesuai dengan kondisi sekolah setempat.

Ketiga, peran serta warga sekolah terutama guru dan masyarakat serta orang tua siswa dalam penyelenggaraan pendidikan selama ini masih terbilang minim. Partisipasi guru dalam pengambilan keputusan juga kerap diabaikan, padahal terjadi atau tidaknya perubahan di sekolah sangat bergantung pada guru. Sedangkan saat ini secara kasat mata, kita melihat partisipasi masyarakat selama ini pada umumnya masih sebatas pada dukungan dana, sedang sokongan lainnya seperti pemikiran, moral dan  barang/jasa kurang mendapatkan perhatian.

Lalu, rendahnya mutu pendidikan bila dilihat secara kasat mata dan dirasakan kita semua, dikarenakan masih kurangnya akuntabilitas sekolah terhadap masyarakat. Dalam hal ini sekolah tidak mempunyai beban untuk mempertanggung jawabkan hasil pelaksanaan pendidikan kepada masyarakat, khususnya orang tua siswa, sebagai salah satu  unsur utama yang berkepentingan dengan pendidikan (stakeholder).

Di samping itu, faktor lain yang turut mempengaruhi mutu pendidikan sebagaimana dikemukakan di atas adalah biaya pendidikan. Karena harus diakui bahwa pendidikan dalam pratiknya tidak dapat dilepaskan dari masalah biaya. Sebab pendidikan itu sendiri merupakan bagian dari proses, maka input yang bermutu akan membuat proses belajar mengajar yang bermutu pula, dan pada gilirannya akan membuat hasil belajar lebih baik.

Oleh karena itu biaya pendidikan merupakan salah satu komponen masukan yang sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan. Biaya ini diperlukan untuk memfasilitasi pelaksanaan kebijakan dan program sekolah, serta terlaksananya aktivitas sekolah (intra dan ekstra), sekaligus dapat membantu mengembangkan sekolah menuju pendidikan yang bermutu.

Apalagi hal ini dipertegas di dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 49 ayat (1) menyebutkan, dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan, dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)”.

Pengertian mutu itu sendiri menurut Crosby dalam Siagian (1992:75), mutu adalah sesuai yang disyaratkan atau distandarkan (conformance to requirement), yaitu sesuai dengan standar mutu yang telah ditentukan, baik inputnya, prosesnya maupun outputnya. Oleh karena itu, mutu pendidikan yang diselenggarakan sekolah dituntut untuk memiliki baku standar mutu pendidikan. Sedangkan Fiegenbaum dalam Fattah (2000:17) mengartikan mutu adalah kepuasan pelanggan sepenuhnya (full customer satisfaction). Dalam pengertian ini, maka yang dikatakan sekolah bermutu adalah sekolah yang dapat memuaskan pelanggannya, baik pelanggan internal maupun eksternal.

Yang menjadi persoalan, bila masalah yang berkaitan dengan mutu ini tetap dibiarkan, dan tidak ada upaya perbaikan, maka mutu pendidikan di Indonesia termasuk di Majalengka tidak akan beranjak ke arah yang lebih baik, malah semakin terperosok ke posisi yang paling lebih rendah. Akibatnya, tidak mampu mengejar ketertinggalan dengan negara-negara tetangga di Asia Tenggara. Namun bila berbicara dalam lingkup kedaerahan, Kab. Majalengka akan sangat sulit mewujudkan visi-misi pendidikan itu sendiri.

Kesimpulannya, untuk mengatasi masalah mutu pendidikan selain pemaparan di atas, masalah mutu pendidikan juga hanya dapat diatasi dengan terus menerus membangun sistem pendidikan dan kebudayaan nasional secara berkelanjutan. Dan juga harus ada kerjasama semua elemen masyarakat tanpa terkecuali. Karena apa, karena sistem Pendidikan Nasional harus terus dibina dan dikembangkan, sehingga mampu meningkatkan keunggulan bangsa di tengah-tengah persaingan yang terus bertambah ketat. Peningkatan mutu pendidikan juga bisa ditempuh melalui peningkatan mutu para pengelola pendidikannya (dalam hal ini kepala sekolah), karena kepala sekolah merupakan “the man behind the system/program”. Karena kepemimpinan Kepsek merupakan salah satu faktor kunci yang turut menentukan keberhasilan peningkatan mutu pendidikan.

Selain solusi di atas, dalam mengatasi persoalan rendahnya pendidikan hendaknya diimbangi dengan membangun pendidikan yang bermutu, efektif, dan efisien. Hal ini perlu diawali oleh pembangunan sistem pendidikan yang meliputi, kurikulum, tenaga kependidikan, siswa, sarana/prasarana, pembinaan, sistem informasi dan birokrasi pendidikan. Semoga pendidikan di negeri kita menjadi lebih baik lagi. Amin.

Oleh  : Aminudin, S.PdI, M.Si.
(Penulis adalah PNS di lingkungan Dinas Pendidikan Kab. Majalengka dan Artikel ini merupakan bagian dari hasil tesis S2)

Incoming search terms:

Bookmark and Share

Leave a comment

Loading...
Loading...